Saturday, April 28, 2007

Batarakala Semakin Berkuasa

Aku merasa semakin terendam di dalam lumpur. Jantung ini terasa semakin sesak. Tidak ada ruang gerak, tidak ada udara segar. Dunia ini terasa semakin mendekati ajalnya. Aku adalah rakyat jelata, rakyat kecil yang hanya bisa manut sama si pemimpin.

Waktu itu, ketika matahari masih sejuk dengan terpaan angin dari pohon-pohon pinus yang bergoyang-goyang, aku masih bersama dengan keluarga, ada istri, anak, cucu, ipar, tante, paman dan tetangga lain yang tinggal di dekat rumah. Kami bercanda, tertawa, dan masih sering mengirimkan makanan saat usai memasak. Kami merasa tenang, walaupun dalam kekurangan.

"Makan terkadang cuma satu kali sehari. Syukur-syukur kalau ada tempe, tahu, ikan dan sayur. Sekarang malahan kalau bisa makan sama garam dan cabe, sudah alhamdulillah."

Dulu berbeda. Sekarang malah sangat berbeda. Hidup terus berjalan sedangkan nafas kami semakin habis. Tapi tidak ada udara baru yang kami dapatkan. Aku jadi bingung sendiri, ke timur ada lumpur, ke barat bangunan pada hancur, ke utara ada gas beracun, dan ke selatan banyak orang makan tai kaya makan bubur. Sedangkan yang ada di atas malah enak-enakan tidur.

"Lah wong sama-sama manusia kok lagaknya kaya dewa. Ngatur sana-sini, ngoceh ngalor-ngidul, cuma nggedabus....! (omong kosong). Bikin rakyat semaikin beringas.

Kami lihat sendiri kok, mereka kerjanya cuma berunding sambil makan kambing guling, tapi ujung-ujungnya malah saling tuding. Dunyo iki wis ra' nggenah (dunia ini semakin tidak karuan). Orang semakin se enak perutnya sendiri bikin masalah, tapi giliran suruh bertanggung jawab malah berkilah. Separuh badan kami itu sudah ada di dalam tanah, bukannya ditolong justru diinjak pakai sepatu kulit biar makin nyelingsep.

Mungkin sekarang ini saatnya bagi BATARAKALA berkuasa. Jarno ae', engko yo mati dewe' (biarkan saja, nanti mati sendiri).

Labels: